Infomedia – Cloudflare perusahaan cloud merilis studi baru nan berfokus pada keamanan siber di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia.
Laporan nan bertajuk “Navigating the New Security Landscape: Asia Pacific Cybersecurity Readiness Survey” membagikan informasi aktual tentang ketersediaan keamanan siber di Asia Pasifik.
Survei mengungkapkan gimana komunitas menghadapi ransomware, pelanggaran informasi, dan kompleksitas nan disebabkan oleh Kepintaran Bentukan (AI).
Survei menemukan bahwa 41% responden di Asia Pasifik menjelaskan komunitas mereka mengalami pelanggaran informasi dalam 12 bulan terakhir, dengan 47% mengindikasikan lebih dari 10 pelanggaran informasi.
Dari industri tersebut, nan mengalami pelanggaran informasi terbanyak termasuk Bangunan dan Real Estate (56%), Perjalanan dan Pariwisata (51%), serta Jasa Finansial (51%).
Pelaku gertakan paling sering menargetkan informasi pengguna (67%), kredensial akses pelanggan (58%), dan informasi finansial (55%).
Kecuali itu, studi ini juga mengungkapkan bahwa 87% responden cemas dengan AI nan menaikkan pelanggaran informasi nan kian kompleks dan parah.
AI: Mengubah Lanskap Gertakan
Biarpun AI membantu dalam menaikkan efisiensi komunitas, tidak mampu dipungkiri bahwa tetap ada kecemasan bakal penjahat siber nan berpotensi semakin memanfaatkan teknologi ini.
Sebanyak 50% responden berspekulasi bahwa AI bakal digunakan untuk membobol kata sandi alias kode enkripsi.
Kecuali itu, 47% yakin bahwa AI bakal menambah serangan phishing dan rekayasa sosial, sementara 44% berspekulasi bahwa AI bakal bertahan serangan DDoS.
Terakhir, 40% memandang AI berkedudukan dalam menciptakan deepfake dan memfasilitasi terjadinya pelanggaran privasi.
Menghadapi gertakan nan terus berkembang dan bermacam-macam ini, 70% responden melaporkan bahwa komunitas mereka sedang menyesuaikan langkah mereka berpatroli.
Jurusan utama nan dipengaruhi oleh AI termasuk tata kelola dan pemenuhan izin (40%), taktik keamanan siber (39%), dan keterlibatan vendor (36%).
Atasan keamanan siber bersiap untuk menghadapi akibat nan didorong oleh AI, dengan setiap respondennya berangan-angan untuk menerapkan setidaknya satu perangkat alias ancang-ancang keamanan mengenai AI.
Prioritas utama termasuk merekrut analis AI generatif (45%), berinvestasi dalam mekanisme penemuan dan respons gertakan (40%), serta menaikkan mekanisme SIEM (40%).
Vendor TI statis krusial, lantaran 66% responden telah mencari solusi AI dari mereka.
Ransomware: Gertakan nan Meningkat di Asia Pasifik
Ransomware statis menjadi kecemasan nan terus berkembang di seluruh area.
Studi Cloudflare mengungkap ada sebanyak 62% komunitas nan terkena ransomware bayar tebusan, meskipun 70% secara publik telah bersumpah untuk tidak melakukannya.
Secara keseluruhan, penggunaan Remote Desktop Protocol alias server VPN (47%) terbukti menjadi langkah masuk nan paling formal digunakan oleh pelaku gertakan.
Namun, terdapat ragam signifikan di seluruh area, yakni komunitas di India (69%), Hong Kong (67%), Malaysia (50%), dan Indonesia (50%) nan paling mungkin bayar tebusan.
Sementara Korea Selatan (19%), Jepang (19%), dan New Zealand (22%) ialah nan paling tidak gampang menyerah pada tuntutan ransomware.
“Atasan keamanan siber menghadapi tekanan nan semakin meningkat dari serangan siber, izin nan lebih ketat, dan copyright energi nan dependen. Untuk mengayomi komunitas mereka, mereka kudu terus mengasah keahlian, anggaran, dan solusi,” ujar Grant Bourzikas, Chief Security Officer di Cloudflare.
Meningkatnya Tuntutan Izin
Izin” dan “kontrak” juga datang sebagai tema krusial dalam studi tahun ini.
Survei memberitahu bahwa 43% responden menjelaskan mereka menghabiskan lebih dari 5% dari anggaran TI untuk memenuhi persyaratan izin dan kontrak.
Kecuali itu, 48% responden melaporkan menghabiskan lebih dari 10% dari waktu kerja mereka untuk mengikuti evolusi persyaratan izin dan sertifikasi industri.
Lihat Juga:Semakin Banyak Raksasa Teknologi nan Potong Tenagakerja Gegara Pindah Hadapan ke AI
Namun, investasi dalam menerapkan izin ini memberikan akibat positif bagi usaha, seperti mengoptimalkan tingkat privasi dan/alias keamanan alas komunitas (59%), menaikkan integritas teknologi dan informasi komunitas (57%), serta membangun reputasi dan brand komunitas (53%).
Comment