InfoIslam | “ASSALAMUALAIKUMini kurma dan apel….”
Bunyi itu terdengar jelas dan sangat tidak terdengar.
Kalau biasanya penunggu rumah antusias menyambut pemberian seseorang, namun kali ini suaraku tercekat, tak bisa menjawab salam. Kedua kakiku terasa kaku, jantung berdebar kencang, dan tangan mulai terasa dingin.
Pria nan baru saja salam itu ialah pria spesial lantaran diangkatnya pena (pencatat kebaikan dan dosa) darinya. Dia mengklasifikasikan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Dia tinggal di dekat rumah sudah beberapa tahun. Hidup sebagai diri sendiri, namun mendapat banyak perhatian dan kepedulian dari orang-orang di sekitarnya.
Mungkin lantaran banyaknya perhatian dari orang-orang, membuatnya terpancing juga untuk bisa ikut peduli pada orang lain. Bahkan di bulan suci Ramadhan 1445 Hijriyah ini.
Contohnya pemberian nan dia letakkan di beranda rumahku bakda isya tadi berupa kurma, apel, dan dua biji kue jalangkote.
Berinteraksi suami saya sedang tugas dakwah di luar kota, maka tak ada setitik keberanian pun untuk sekedar keluar dan mengucapkan terima kasih kepada ODGJ itu.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia datang ke rumah. Dia pernah juga datang membawakan satu kotak makanan ringan untuk anak-anak kami. Alias meminjam motor. Alias korek api pada pukul dua malam sembari membawa anaknya nan sekarang diasuh oleh penduduk lain di kampung kami.
ALLAH! Saya sedang memaparkan presentasi ODGJ itu sembari berpikir dan menarik napas panjang.
Menyadari sungguh sungguh manusia kalau semasa sehatnya mempunyai bibit kebaikan, maka meskipun akhirnya Allah takdirkan dia menderita gangguan jiwa, kebiasaan itu seringkali tetap dia lakukan. Karena bibit dan kebiasaan kebaikan itu telah mengakar dalam dirinya.
ODGJ pun demikian. Seringkali kami mendapati dia shalat di pinggir jalan dan di laman rumah, mengumandangkan azan, alias melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan bunyi melengking menembus lorong perumahan.
Terlebih lagi waktunya tetap “kambuh-kambuhan”. Cukup lama menjadi petugas kebersihan di masjid besar kampung kami, sampai akhirnya dihentikan dengan ramah lantaran seringnya mengumandangkan azan bukan pada waktunya.
Astaghfirullah Wa atubu ilaih. Apa berita diri kita nan sehat ini? Tetap bisakah mengeluh? Enggan berbagi? Semoga Allah senantiasa menyehatkan jiwa dan raga kita, untuk terus melakukan dan berbagi kebaikan. Aamiin!* (Kiriman Mujtahidah/ibunda rumah tangga)
Comment