Peningkatan kasus kenakalan dan kekerasan di kalangan pelajar, apalagi melibatkan murid SD, menjadi perhatian serius. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat 379 anak usia sekolah menjadi korban kekerasan wujud dan perundungan sekolah dari Januari hingga Agustus 2023 (BBC, 2023). Informasi ini memberitahu sirine krusial bagi global pendidikan di Indonesia. Dalam pelacakan kasus murid, kita menemukan kejadian tragis seperti penusukan mata siswi SD di Gresik dan perkelahian murid MI di Malang. Memandang derasnya kemerosotan ini dalam mekanisme pendidikan, pendidikan karakteristik menjadi kebutuhan mendesak nan kudu dihidupkan balik.
Pendidikan karakteristik, dahulu dikenal sebagai pendidikan budi pekerti di Indonesia, ialah bisnis sadar untuk menanamkan nilai-nilai moral dalam sikap dan perilaku peserta didik. Perihal ini bermaksud supaya mereka mempunyai sikap dan perilaku luhur (Akhlaqul Karimah) dalam korelasi dengan Tuhan, sesama manusia, dan cakrawala (Haidar, 2004). Pendidikan ini tak cuma memberikan ilmu, tetapi juga membentuk karakteristik nan baik. Perbedaan antara manusia nan terhormat dan tidak terletak pada ilmu dan sikapnya. Tanpa keduanya, seseorang mampu bersikap semaunya alias menjadi kurang terdidik. Idealnya, sekolah berkecukupan mencegah siswa supaya tidak menjadi demikian.
Sayangnya, pendidikan budi pekerti sekarang tidak lagi menjadi mata pelajaran terpisah di Indonesia. Perihal ini menurunkan kesadaran bakal pentingnya pendidikan karakteristik. Namun, kasus kenakalan nan melibatkan apalagi murid SD memberitahu bahwa pendidikan karakteristik kudu diaktifkan balik. Perihal ini tidak kudu merampas waktu dari mata pelajaran lain; cukup diajarkan sekitar sekali seminggu supaya nilai-nilai ini mampu diinternalisasi dengan baik oleh peserta didik. Pendidikan karakteristik ini melibatkan banyak faktor seperti keagamaan, ketaqwaan, kejujuran, keteladanan, kepedulian, sopan santun, hingga kebersihan. Semua ini berangkaian erat dengan karakteristik murid dan kudu diajarkan sejak awal mengingat perilaku nan tidak betul sudah merasuki generasi muda.
Namun, saat membicarakan pendidikan karakteristik, sekolah juga kudu menciptakan lingkungan nan mencerminkan karakteristik. Gimana guru-guru berperilaku di sekolah? Apakah mereka sudah memberitahu karakteristik nan baik? Pelatih tidak cuma mengajar, tetapi juga kudu menjadi teladan bagi siswa tentang perilaku nan baik. Perihal ini bermaksud memberikan contoh nan nyata tentang perilaku nan baik kepada siswa. Pendidikan karakteristik langsung kelihatan akibatnya lantaran berangkaian dengan sikap perseorangan. Oleh lantaran itu, pendidikan karakteristik kudu memberitahu sikap nan diinginkan. Krusial bagi sekolah dan beragam pihak untuk menyadari peran penting dari pendidikan karakteristik ini dalam membentuk karakteristik dan perilaku positif pada generasi muda.
Comment